Aku Dan Riska inilah Kisahku
EKSPEKTASI DAN KEGAGALAN
“Mau dimana? Di kamar mbak aja atau disini?”
“Disini aja deh mbak, biar bisa sambil duduk kita nontoninnya.”
“Oke deh, kalau itu mau kamu Dan.”
“Ada request ngga?”
“Hemmm apa ya mbak? Mbak buka gamisnya tapi tetep pake hijab ya mbak!”
“Emmm kamu suka tipe yang begituan ya Dan?”
“Hhe iya mbak, lebih menggoda aja.”
“Kalau kamu Ton, mau mbak gimana?”
“Aku sih… ,gak ada deh mbak. Samain kata Dani aja.”
“Oke deh, bentar ya! Mbak buka gamisnya dulu.”
Aku membuka gamisku, hijabku tetap ku pakai sesuai keinginan Dani.
“Wooowwww, badan mbak bagus banget!”
“Iya mbak kaya model.”
“Model apa tuh Ton?”
“Model…. apa ya.. itu loh.. model….. Bokep mbak.”
“Ahahahahaha.”
“Ahahahahahahaha…”
“Kamu mah, masa nyamain mbak kaya model bokep sih. Nggak ah gamau, model catwalk gitu atau model majalah. Malah model bokep!”
“Ehehe abis nya mbak bikin sange mbak. Cocok kalau jadi model bokep.”
“Hemmm tapi yang kelas atas kan?”
“Iya dong, yang udah profesional gitu mbak. Kalau model yang amatir mah, mbak udah beda kelas. Nggak selevel mbak.”
“Kamu ini bisa aja, dasar.”
“Jadi posisi nya gimana?”
“Mbak duduk di sofa yang panjang aja. Kita geserin dulu meja sama sofa pendeknya.”
“Ayo Ton, bantu!”
“Iya Dan, siap.”
“Nah gini aja mbak, kita berdua nontonnya dari sini!”
“Oke deh.”
Dani dan Tono menggeser sofa yang akan mereka duduki. Posisinya sekarang saling berhadapan dengan ku.
“Mbak mulai ya!”
Aku duduk disofa, punggungku aku sandarkan. Kedua kakiku aku lebarkan, posisi ku mengangkang saat ini. Vaginaku pasti terlihat jelas oleh mereka berdua.
“Mbak malu tahu nggak!”
Aku merapatkan kembali kedua kakiku, berusaha menutup vaginaku dari pandangan mereka.
“Yahhh, kok ditutup lagi mbak?”
“Malu Dan!”
“Gak usah malu lah mbak, Dani kan udah pernah lihat mbak colmek juga.”
“Ya itu kan mbak diintipin Ton, mbak juga gak tahu ada Dani lihatin mbak, jadi mbak bisa leluasa ngelakuinnya.”
“Kalo sekarang kan didepan mbak ada kalian berdua yang lihatin mbak. Mbak jadi gugup rasanya.”
“Yah gimana dong mbak?”
“Gatau Ton, mbak belum sepercaya diri itu kayanya.”
“Heemmm mbak kan malu kalau kita lihatin langsung, gimana kalau mbak colmek nya sambil merem aja? Mbak kan gak lihat kita jadinya, anggap aja kita gak ada mbak.”
“Iya mbak, bener kata Dani.”
“Kamu ya Dan, pinter banget selalu aja ada solusinya.”
“Iya mbak, dia emang pinter. Kita harus akui itu haha.”
“Heemm, Ton bener.”
“Mungkin itu bakat mbak, gatau deh.”
“Yaudah mbak coba ya!”
“Iya mbak.”
“Iya mbak.”
Aku kembali membuka kedua kakiku, kali ini mataku aku pejamkan. Tak melihat mereka berdua, aku jadi bisa lebih fokus jadinya. Tangan kananku ku usapkan di atas vaginaku. Perlahan tapi pasti, sedikit demi sedikit hingga cairan dalam vaginaku mulai keluar. Membasahi permukaannya, kuratakan keseluruhan bagiannya. Ku usap klitorisnya, ku tekan tekan hingga mulutku tak tahan untuk mengeluarkan desahan. Aku mendesah.
“Aaahhhhh..”
“Aahhhhh..”
“Aahhhhhhhh…”
“Enak Dan.. ahhhhhhh… Enak banget Ton…”
Tangan kiriku kini hinggap di payudara kiriku. Mencoba meremasnya dan mengusap usap putingnya. Putingku sudah mengeras kali ini, ku tekan ku pijit pijit dengan jari telunjuk dan ibu jariku.
“Ahhhh… Nikmat banget ini…”
“Ahhhhhhhh..”
“Aaaaahhhhhh…”
“Mbak… Mbakkk!!!….”
Suara Dani menyadarkanku, aku membuka mata lalu memandangnya. Tangan kananku masih ku gerakkan untuk mengusap usap vaginaku.
“Iya Dan.”
Suaraku lemah, sedikit parau terdengar.
“Mbak kita boleh sambil coli ngga?
“Iya mbak, kita juga udah gak tahan lihatin mbak colmek.”
“Iya boleh kok. Pake minta ijin segala kan tinggal keluarin aja.”
“Takut mbak marah.
“Nggak kok, mbak ngga marah kalian coli aja asal inget sama perjanjiannya ya!”
“Iya mbak, siap.”
“Iya mbak, makasih.”
Mereka berdua kemudian berdiri, menarik turun celana mereka sampai terhenti diatas mata kaki. Mereka melakukan itu berbarengan, lucu juga melihat kekompakan mereka. Sahabat baik memang harus seperti itu pikirku.
Penis mereka mencuat, terlihat jelas oleh mataku. Ini pertama kalinya juga aku melihat penis cowok secara langsung, kalau lihat di video mah udah sering dulu. Ku perhatikan sejenak, keduanya sudah tegang sempurna. Milik Dani lebih kecil dari milik Tono, lebih pendek juga. Penis Tono terlihat sedikit lebih panjang.
Sesuai tubuh mereka pikirku, tidak berbanding terbalik. Dani dengan tubuh kurusnya memiliki penis yang lebih kecil dan pendek dibandingkan Tono yang lebih besar dan panjang dengan tubuh gemuknya.
Dengan melihat penis mereka, tubuhku terasa tersentak. Aku mulai lebih percaya diri melakukan ini.
Kali ini mataku tak aku pejamkan, aku membiarkannya terbuka sambil melihat dua kejantanan pria di hadapanku.
Mereka mengocoknya dengan semangat, sangat bersemangat pikirku. Wajar, ini adalah pertama kalinya bagi mereka. Coli sambil melihat wanita dihadapannya masturbasi. Ini kesempatan langka bagi mereka, mereka harus memanfaatkannya.
“Ahhhh mbak riska, bagus banget memek mbak.
Pengen aku masukin kontolku mbak.”
“Iya mbak, memek sama susu mbak bagus banget.
Aku pengen ngentotin mbak.”
“Anjirrrr enak banget mbak, bisa coli sambil liatin mbak colmek.”
“Jilatin kontol aku mbak, aku pengen crot di mulut mbak.”
“Aaahhhhhhh…”
“Ahhhhhh..”
“Aaahhhhhhhhh….”
“Aaahhhhhhhhhhhh…..”
Suara mereka saling bersahutan, kata kata kotor dan kasar keluar dari mulut mereka. Emang ya, nafsu itu bisa mengalahkan segalanya. Mereka berdua memang orang baik aku tahu itu, tapi mereka juga mesum. Orang baik yang mesum, aneh juga. Apa itu biasa aja? Entahlah.
Aku tak mau kalah, ku balas ceracauan mereka.
“Iya Dan, kocok terus burungmu Dan, yang kenceng.
Ayo terus Dan!”
“Kamu juga Ton, cepetin ngocoknya. Burungmu yang gede gak akan muat masuk vagina mbak Ton.”
“Ayo kocok terus kalian berdua.”
“Ahhhhh iya mbak…”
“Aaahhhhhh enak mbak..”
“Aaaahhhh udah pengen keluar aku mbak…”
“Ayo Ton, kocok terus sampai keluar Ton….”
“Ayo Dan kamu juga, semangat ngocoknya….”
“Iii iya mbak, ini aku kocok terus kok kontolku…”
“Mbakkkk gak kuat mbak…. Udah mau keluar….”
“Ayo keluarin Tonnnnn…”
“Assalamualaikum mbak riska….”
Kami bertiga menengok ke arah suara didepan rumah. Lalu berpandangan satu sama lain.
“Ada yang manggil mbak, siapa ya?”
“Kaya suara Pak RT mbak.”
“Assalamualaikum mbak riska..”
“Mbak riska ada dirumah?”
“Mbak riska…”
“Iya Pak, sebentar!”
“Ja jang jangan mbak, kok mbak sahutin sih? Kan bisa pura pura ngga ada orang mbak.”
“Ohhh iya lupa Dan. Gimana dong? Udah terlanjur.”
“Yah mbak mah, nanggung nih udah mau keluar juga.”
“Ya maaf, lupa!”
“Sialan Pak RT ngapain sih ganggu orang lagi enak aja!”
“Iya Pak RT sialan bikin kentang aja!”
“Udah udah, kalian pake lagi celananya. Kalian ngumpet di dalam kamar mbak ya. Jangan bersuara, inget!”
“Iya mbak.”
“Iya mbak.”
“Mbak mau pake gamisnya dulu!”
“Mbak gak pake daleman?”
“Gausah deh Dan, mbak kan mau eksib lagi ada mangsa baru, hihi.”
“Pake aja deh mbak, ya! please…”
“Loh kok gitu?, tadi kamu yang suruh mbak buat gak pakai daleman, kok sekarang….”
“Aku takut mbak kalau ketahuan Pak RT.”
“Kok jadi kamu yang takut sekarang Dan, kenapa?”
“Dani emang takut sama Pak RT mbak, dulu pernah dimarahi dia sama Pak RT gara gara ketahuan maling mangga di kebun Pak Somad.”
“Ohhh gitu Dan. Trauma masa lalu ya?”
“Iya mbak, pake ya mbak! Buat Pak RT pengecualian deh mbak.”
“Hemmmm, gapapa Dan tenang aja aman kok.” “Percaya sama mbak. Oke!”
“Iya deh mbak.”
“Yaudah cepet sana ngumpet!”
“Iya mbak.”
“Iya mbak.”
“Ehhhh mbak tunggu dulu!”
“Apalagi sih Dan?”
“Sepatu kita mbak, ada diluar!”
“Kamu ya, ketakutan banget sama Pak RT.”
“Nanti mbak tutupin sama kain lap deh, biar gak kelihatan.”
“Oke mbak.”
“Udah sana ngumpet!”
Mereka berdua berlari menuju kedalam kamarku. Pintu mereka tutup agar tak terlihat dari luar. Aku mengambil kain lap untuk menutup sepatu mereka.
Aku berdiri di depan pintu, mempersiapkan diriku.
Ku buka pintu rumahku, aku melangkah keluar lalu dengan cepat ku dorong dua pasang sepatu milik Dani dan Tono ke belakang pot tanaman. Lalu ku tutupi dengan kain lap. Aman pikirku.
“Iya Pak RT ada apa ya?”
“Ini mbak, mau nagih iuran keamanan dan ronda, sama uang sampah juga!”
“Ohhhh iya tunggu sebentar ya! Aku ambil uangnya.
Pak RT mau masuk dulu?”
“Boleh deh mbak, sambil numpang istirahat sebentar!”
Aku masuk ke rumah lebih dulu, di ikuti oleh Pak RT kemudian.
“Silahkan duduk pak!”
“Iya mbak terimakasih.”
“Jadi semuanya berapa pak?”
“Semuanya empat puluh ribu mbak, keamanan dan ronda dua puluh ribu dan sampah dua puluh ribu juga.”
“Bentar ya pak aku ambil uangnya dulu.”
“Ehh dompetku dimana ya?”
“Kenapa mbak, kaya bingung gitu?”
“Nyari dompet pak.”
“Di kamar mungkin mbak.
“Nggak pak, tadi aku habis beli sayuran di mang Asep. Belum sempet simpen dikamar, dimana ya?”
“Ohhh mbak udah ketemu sama mang Asep?”
“Iya pak, udah tadi!”
“Hati hati ya mbak sama dia, dia mesum orangnya! Ngomongnya suka ceplas ceplos mbak, kotor lagi.
Apalagi tangannya mbak, suka gatel. Nyolek nyolek pelanggannya kalau lagi beli sayur. Hati hati deh mbak sama mang Asep!”
“Ohhhh, gi gittt gitu ya pak?”
“Heem mbak, tapi mbak tadi gak diapa apain kan?”
“Ngg nggggg ngggaaa kok pak, aku a aaaman pak. Iya aam ammmann pak, hhe.”
“Syukur deh mbak kalau gitu.”
“Iya pak, tadi ada Bu Ratmi juga kok pak waktu aku belanja.”
“Ohhh sama Bu Ratmi, bagus deh mbak. Pokoknya jangan sampai cuma berduaan aja sama mang Asep mbak. Dia suka manfaatin kesempatan mbak.”
“Eeehhhh iya pak, iya.”
Kok omongan Pak RT tentang mang Asep bisa bener ya, bisa sama dengan kejadian yang aku alami.
“Emang udah pernah kejadian pak? Mang Asep pernah ngelakuin apa?”
“Setahu saya sih, ya gitu mbak suka ngegodain ibu ibu yang belanja. Omongannya jorok mbak, tangannya juga gatel. Pernah kepergok colek colek tangannya Bu Desi mbak. Itu sih yang saya tahu, soalnya yang laporan kesaya cuma kasus itu aja. Gatau deh kalo yang gak lapor, mungkin ada ajah mbak. Itu juga Bu Desi jadi malu sehabis laporan tentang yang dilakuin sama mang Asep. Mungkin ibu ibu yang lain ada juga yang jadi korbannya, cuma ya gitu mbak gak ada yang laporan. Takut jadi malu juga kali. Gatau deh, saya juga gak bisa terus terusan mantau dia mbak.”
“Ohhhh pantesan aja, tadi Bu Ratmi juga nyuruh aku hati hati sama mang Asep pak.”
“Nah bagus itu mbak, kalau udah dikasih tahu sama Bu Ratmi. Mbak jadi bisa jaga diri.”
“Ehhhh, iii iya pak. Aku bisa jaga diri kok, tenang aja. Hhe.”
Yah gimana ya pak, aku malah rela tubuhku disentuh sama dia tadi. Aku malah suka sama orang kaya mang Asep pak, eksib ku jadi lebih gampang. Singa dikasih daging sih, ya langsung diterkam. Hihi.
Aku berbicara dalam hatiku.
“Ohh di kresek sayuran pak, aku baru ingat tadi aku masukin kedalam nya.”
“Kresek itu mbak!”
“Ohh iya itu pak, tadi lupa nyimpennya dimana, hhe.”
Aku mengambil dompetnya lalu mengeluarkan uang lima puluh ribu satu lembar.
“Ini pak uangnya!”
“Oke saya terima ya mbak, ini kembaliannya sepuluh ribu. Terimakasih.”
“Aku yang makasih loh pak.”
“Hahhh…”
“Iya, Pak RT udah mau nagihin uang iuran ke setiap warganya.”
“Ya itu kan sudah tugas saya mbak.”
“Tapi dikota sana, ngga kaya gini loh pak. Warganya sendiri yang harus setor ke rumah RT nya. Ngga dijemput kaya gini.”
“Ohhh mungkin memang sistemnya beda kali mbak.”
“Iya ya pak, tapi Pak RT rajin loh, gak banyak pemimpin yang mau susah ngurusin warganya.”
“Ya sudah kerjaannya kaya gini mbak, ini kan tugas dari Pak RW juga. Gak mungkin saya tolak mbak bisa dipecat nanti saya haha.”
“Capek pasti ya pak, keliling keliling?”
“Ya capek mbak, tapi ya sekalian olahraga juga biar tetep sehat.”
“Iya pak, kelihatan kok badan bapak bagus kaya atlit pak, hihi.”
“Ngga kok mbak biasa aja ah, orang kurus gini.”
“Kok kurus sih pak, badan bapak tuh berisi tau.”
“Masa sih mbak?”
“Iya, coba di angkat bajunya sedikit!”
“Jangan deh mbak, saya malu mbak. Gak baik juga lihatin aurat saya ke lawan jenis saya. Apalagi mbak kan wanita muslimah gini.”
“Dikit aja pak, aku penasaran soalnya!”
“Jangan deh mbak, malu saya. Ga enak mbak.”
“Ayo dong pak!”
Wajahku memelas, berharap dia mau menuruti permintaanku.
“Sedikit aja ya mbak……”
“Tuhkan pak, kotak kotak gitu!”
“Hehe, ngga kok mbak biasa aja ini.”
“Pak RT kok merendah gitu sih? Itu kan jelas berbentuk gitu pak. Kok bisa sih pak?”
“Ya mungkin berkat rajin olahraga aja sih mbak. Tinggal sendirian ya mau ngapain lagi kan, jadi ya diolahragain aja deh.”
“Boleh pegang gak sih pak, aku dari dulu suka kebayang rasanya megang perut sixpack tuh kaya gimana.”
“Jangan deh mbak, saya ngga enak! Mbak riska kan cewek, bukannya yang bukan muhrim gak boleh saling bersentuhan ya mbak?”
“Heeemm gitu ya pak.”
“Setahu saya sih gitu ya mbak, dosa katanya.
Mbak kan pasti lebih paham dari saya.”
“Hhe iya pak bener, gak boleh saling bersentuhan hehe. Cuma aku penasaran aja pak rasanya megang perut yang sixpack gitu, hhe.”
“Jangan deh mbak, malu saya ga enak sama mbak.”
Aku kikuk saat itu, malu rasanya permintaan ku di tolak mentah mentah. Padahal kalau itu mang Asep aku yakin dia secara sukarela menyerahkan tubuhnya untuk aku sentuh. Tapi kok pak RT berbeda ya, dia seperti ingin menjaga diriku. Apa mungkin karna pakaian ku ini? Gamis dan hijab yang aku pakai di keseharianku. Sehingga pak RT menilaiku sebagai wanita muslimah yang baik.
Mungkin juga, memang harus seperti itu logikanya. Wanita yang tertutup oleh gamis dan hijab, jangankan bersentuhan kulit pandangan mata saja harus ia jaga. Tapi aku kan bukan wanita seperti itu Pak RT, aku wanita muslimah yang berbeda. Iiihhhh bete deh.
Aku harus mencobanya lebih keras lagi, jangan sampai aku gagal. Tapi dilihat dari gelagatnya yang berusaha menolak, aku jadi ragu ngelakuinnya. Apa orang baik gak boleh diginiin ya? Bener juga apa kata Dani tadi, Pak RT jadi pengecualian. Kalau aku paksakan dan dia gak terima, bakal bahaya gak sih?
Aku jadi takut juga sama kaya Dani.
Huuuhhhh, baiklah!
“Ehem ehemmm,, cuaca hari ini agak panas ya mbak. Mulut saya jadi agak seret gini. Hhe.”
“Eeehhhh,,, tuhkan pak sampe lupa nyediain minum.
Bentar ya aku buatin kopi dulu!”
“Iya mbak, sudah ada kopi emang mbak?”
“Sudah pak, kemarin beli di warung mbok Yeni.”
“Iya mbak, makasih ya.”
“Sama sama pak, bentar ya!”
Aku melangkah menuju dapur, mengambil gelas lalu menuangkan bubuk kopi kemasan kedalamnya. Mengisinya dengan air panas dari dispenser. Ku aduk lalu ku bawa kedepan.
Duh mejanya belum aku pindahkan lagi tadi.
“Pak, boleh minta tolong mejanya digeserin ke depan sofa!”
“Ohh boleh mbak. Sebentar….”
“Nah, sudah.”
“Makasih ya pak.”
“Iya mbak.”
“Ini pak kopinya, silahkan diminum!”
“Waahhhh kopi hitam, kesukaan saya ini mbak.
Makasih ya.”
“Iya pak, sama sama.”
“Saya minum ya mbak.”
“Ssllllluuuurrpppp…. Ahhhh enak mbak..”
“Alhamdulillah kalau enak dan Pak RT suka.”
“Maaf ya pak tadi habis disapu, jadi belum di taruh ke posisinya lagi.
Lagi lagi aku berbohong, padahal tadi habis ada pertunjukan disini pak, hihi.
“Ehh iya mbak gapapa, aman kok.”
“Pantesan muka mbak keringetan gitu, abis beberes rumah ya mbak?”
“Heeemmmmm cuma nyapu sama nyuci sedikit sih pak.”
“Ohhh bukannya kemarin kemarin sudah nyuci mbak?”
“Iya pak, tadi nanggung aja pengen nyuci semua dalemanku, BH sama celana dalam pak.”
“Semuanya mbak, gak disisain sepasang buat di pakai gitu mbak?”
“Ngga pak, nanggung aja. Jadi ku cuci semua.
Nih aku juga sekarang lagi ga pakai daleman pak!”
Aku mengangkat ujung hijabku, memperlihatkan bulatan payudaraku yang menggunung. Dengan dua tonjolan yang mencuat dibalik gamis tipisku.
Tapi…..
“Eehhhh mbak, jangan gitu mbak,, tutupin mbak tutupin jangan di lihatkan, pamali mbak dosa….”
Pak RT membuang pandangannya, sambil tangan kirinya menutupi ujung matanya. Berusaha untuk tidak melihat dadaku.
“Ehhh iya pak iya…”
“Tutup dulu mbak tutup!”
“Iya pak sudah.”
Aku turunkan kembali ujung hijabku, kututup kembali puting ku yang sudah menonjol ini setertutupnya.
Malu rasanya, aku yakin mukaku sedikit memerah saat ini.
“Kalau gitu saya pamit dulu ya mbak!”
“Ehhh kok buru buru pak?
“Iya mbak saya mau muter lagi, takut kesorean nanti.
Pamit ya mbak.”
“Kopinya tidak dihabiskan dulu pak?”
“Lain kali ya mbak, maaf tidak saya habiskan.
Saya pamit, assalamualaikum…”
“Iya pak, waalaikumsalam…..”
Pak RT meninggalkan ku dengan terburu buru.
Kenapa dia? Ada apa dengannya? Apa aku salah menilainya? Atau memang kelakuanku yang salah?
Aku kembali terduduk di sofaku.
Dani dan Tono keluar dari kamar menghampiriku, lalu duduk di depanku.
Pandangan mereka aneh terhadapku.
“Kenapa muka mbak merah?”
“Ehhhh, keliatan ya Dan?”
“Jelas mbak, merah banget malah.”
“Iya mbak, kenapa emangnya kok jadi sedih gitu?”
“Mbak gagal Ton, mbak malu rasanya.”
“Kok bisa mbak?”
“Iya Ton, ternyata pak RT orangnya baik. Dia ngga seperti yang mbak kira, mbak salah nilai dia. Dia mbak sentuh aja gak mau, terus mbak kasih liat dada mbak, ehhh malah pergi. Dia orang baik Ton, gak seharusnya mbak ngelakuin itu sama dia. Dia nilai mbak itu seperti wanita muslimah yang harus dijaga. Sedangkan mbak malah coba godain dia. Malu tahu, malu banget rasanya.”
“Tuh kan mbak apa aku bilang, Pak RT itu pengecualian. Mbak gak percaya sih.”
“Iya Dan kamu bener, ternyata gak semua orang itu bisa dijadiin partner eksib ya.”
“Ya kalau itu sih gatau juga ya mbak, mungkin mbak harus pahami karakternya dulu mbak. Baru setelah itu eksekusi.”
“Iya kali ya, mbak asal eksekusi aja tadi. Jadi malu sendiri gini kan. Aaahhhhhhhhhh… Maluuuuuuu…”
“Ahahahaha yaudah mbak, udah kejadian ini kok mau gimana lagi.”
“Iya Dan, tapi kan mbak jadi bete.”
“Jangan cemberut gitu dong mbak, cantiknya ilang loh! Ini juga belum keluar loh mbak!
Tangannya menunjuk ke arah selangkangannya.
“Apa sih Ton, nanti lagi deh mbak jadi ngga mood.”
“Yah semangat dong mbak, masa baru gagal satu kali udah nyerah gitu aja!”
“Mbak gak nyerah Dan, mbak lagi bete aja.”
“Sayang banget loh mbak, mbak udah bagus waktu sama mang Asep. Udah hampir sempurna mbak. Sayang aja kalo berhenti karna gagal sama Pak RT.
Masih ada yang lain loh mbak.”
“Iya Dan iya, mbak paham kok.”
“Emang Pak RT orang nya religius ya?”
>>> BOKEP VIRAL FREESTREAM CLICK ( https://vidio18.com ) <<<
“Kalau yang aku lihat sih, dia emang sering ke mesjid mbak, sering jadi muadzin juga. Kadang suka ngasih ceramah juga kalau khutbah Jum’at. Mungkin emang pengetahuan agamanya tinggi mbak, jadi imannya kuat. Gak kaya mang Asep, dikasih kesempatan dikit langsung dimanfaatin sama dia.”
“Ahahahaha….”
“Ahahahahahaha….”
“Ahahahahahahahaha….”
Kami bertiga tertawa bersama sama.
“Nah gitu dong mbak, ceria lagi.”
“Iya Ton, ya kalau orangnya gitu sih jelas susah lah. Tadi juga Pak RT ngewanti wanti mbak buat hati hati sama mang Asep, katanya dia orang nya mesum suka colek colek ke ibu ibu yang beli sayur. Dia terus terusan ngingetin mbak buat jaga diri. Padahal mbak udah dibilangin gitu ya, ehh mbak malah maksa nyobain eksib ke Pak RT dan hasilnya gagal.”
“Kalian gak ngasih tahu mbak sih.”
“Mana sempet mbak, orang dadakan gitu.”
“Mungkin mbak butuh istirahat sebentar mbak, biar pikiran mbak rileks lagi.”
“Iya Dan, kita pindah ke kamar aja yukkk sambil tiduran!”
“Ayo mbak.”
“Oke mbak.”
Kita bertiga menuju ke kamar, tubuhku langsung ku rebahkan diatas kasur. Disusul Dani di sebelah kananku dan Tono disebelah kiriku. Aku berada diantara mereka.
“Ternyata gak gampang ya!”
“Gampang kok mbak, kalau sama orang yang tepat sih aku rasa mbak bakal gampang ngelakuinnya. Pokoknya kalau Pak RT itu pengecualian deh.”
“Iya mbak, lupain aja yang sama Pak RT anggap aja gak pernah terjadi.”
“Mana bisa Ton, secepet itu ngelupain ini aja mbak masih kepikiran. Gimana nanti kalau mbak ketemu sama Pak RT lagi, gimana dengan pemikiran dia tentang mbak. Pasti dia pikir mbak itu cewek……
Aaaahhhhhhh.. maluuuuuuuu…”
“Yah susah move on dong mbak kalau kaya gitu mah.
Semangat dong mbak!”
“Ya gimana, kalian ada saran?”
“Aahhaaaa,,, ada dong mbak. Jalan terbaik selalu ada.”
“Apa tuh Dan?”
“Aku ada ide mbak, buat ngembaliin semangat mbak yang sedikit kendor, salah satu caranya adalah bikin mbak sange dan birahi lagi. Jadi nanti mbak bakal ada niat lagi buat ngelakuin eksib.”
“Gimana tuh, mbak masturbasi lagi?”
“Hemmm, lebih dari itu boleh gak sih mbak?”
“Lebih dari itu? Maksud kamu, penetrasi gitu? Gak lah mbak kan masih perawan. Perawan mbak cuma buat suami mbak nanti.”
“Ya nggak yang depan sih mbak, lubang yang dibelakangnya hhe. Yang pernah dimasukin gagang sikat gigi itu loh mbak. Ehehe.”
“Ahahahaha..”
“Ahahahahahaha…”
“Kamu ya bisa aja bikin mbak ketawa.
Masih aja nginget nginget itu.”
“Ya gimana ya, masa kontol kita kalah sama sikat gigi.”
“Gak terima lah kita ya Ton.”
“Iya mbak, masa sikat gigi aja bisa kontol kita ngga.”
“Ahahaha,, dasar kalian anak mesum..”
“Yakin burung kalian mau masuk ke lubang pantat mbak?”
“Apa sih mbak kok burung, kontol mbak kontol!
Mbak harus dibiasain ngomong jorok mbak biar cepet sange dan biar keluar karakter asli mbak nya!”
“Gak ah, jangan maksa ya, mbak belum terbiasa ngucapin itu!”
“Yaudah, mau sekarang?”
“Kapan lagi mbak, ya sekarang dong. Udah gak sabar nih aku!”
“Aku juga sama mbak udah gak sabar!”
“Yaudah siapa duluan jadinya?”
“Aku lah mbak, aku kan yang punya ide!”
“Yee gak bisa gitu dong Dan, aku juga berhak merawanin boolnya mbak riska duluan!”
“Ngga ngga Ton, yang punya ide lah yang dapet duluan!”
“Ayo mbak, aku yang duluan!”
“Ngga bisa gitu dong Dan, mbak riska pasti mau sama kontol aku yang lebih gede dibanding kontol kamu.”
“Ayo mbak, sama aku duluan aja!”
“Ehhhhh stop stop stop, kok malah pada berantem sih. Ngga jadi mbak kasih nih!”
“Jangan dong mbak, kamu sih Ton.”
“Gara gara kamu tuh Dan.”
“Iiihhhhh stoppp, stop ngga!”
“Iya mbak iya.”
“Jadi mbak mau siapa yang duluan?”
“Biar adil, suit deh kalian. Yang menang yang duluan.
Masa gara gara pantat mbak kalian malah berantem.”
“Ya aku kan pengen jadi yang pertama buat merawanin lubang bool mbak.”
“Yeee,, aku juga pengen kali Ton. Emang kamu aja yang pengen duluan. Enak aja.”
“Ihhh kalian mah, udah ih. Malah berantem lagi. Sekali lagi mbak denger kalian berantem, mbak gak jadi kasih deh. Mending kasih ke mang Asep aja.”
“Jangan dong mbak! Keenakan mang Asep kalau gitu.”
“Iya mbak kok malah dikasih mang Asep sih!
Jelas jelas kita yang mau, kok ngasih ke orang lain.”
“Ya habis nya kalian malah berantem. Ayo lah katanya mau bikin mbak sange mau naikin birahi mbak lagi, gimana sih kalian ini. Kalau kalian berantem mah yang ada mbak marah, bukannya sange! Paham gak! Kan bisa gantian juga, lagian lubang pantat mbak kan udah pernah mbak masukin jari mbak, jadi ya udah ga perawan lagi itungannya Dani, Tono.”
“Ya kalo jari mah gak masuk itungan mbak, pokoknya mbak nilainya kontol siapa yang pertama masukin ke lubang bool mbak itulah yang berhasil ngambil perawannya mbak. Gitu mbak!”
“Ya terserah deh, kalian mau mikir nya gimana.”
“Yaudah ayo kita suit aja Dan!”
“Oke Ton, siapa takut.”
“Nah gitu dong! Mbak jadi juri ya. Suit nya tiga kali kesempatan, yang menang dua kali dia yang berhak duluan. Suitnya kertas gunting batu ya. Oke!”
“Oke.”
“Oke.”
“Satu dua tiga…”
Happpppp…
“Aduuuhhhhh…”
“Tono gunting, Dani kertas, Tono yang menang. Satu nol buat Tono!”
“Yeesssss, aku yang menang Dan.”
“Santai Ton, masih ada kesempatan!”
“Siap? Satu dua tiga….”
Haaaaapppp..
“Alaaahhhhhhhhh…”
“Tono gunting, Dani batu, Dani yang menang. Satu sama, skor imbang. Wihhh sengit nih!”
“Yaaaahahahaha, tuhkan Ton. Santai aja, kali ini aku yang menang.”
“Babak penentuan yah. Siap? Satu dua tiga…”
Hhhhhaaaappppp…. [adegan slow motion]
#bayangin aja gitu ya hehe
“Yeeessssss…..”
“Aaahhhhhhh, payahhhhhh. Kenapa kalah…”
“Tono kertas, Dani batu, Tono yang menang. Dua satu untuk kemenangan Tono. Yeeeeee selamat Tono!”
“Oke mbak makasih.”
“Ahahahayyyy, kali ini aku yang menang ya Dan.” “Yessss…..”
“Iya iya Ton, aku tahu. Sombongnya! Lihat aja nanti.”
“Lihat apa Dan? Kan kamu duluan yang lihatin aku ngentot boolnya mbak riska.”
“Ahahahaha….”
“Udah udah, jangan lesu gitu dong Dan. Ntar kan kamu kebagian juga. Tapi abis Tono hehe.”
“Mbak mah, sama aja.”
“Tapi inget ya sama perjanjiannya, jangan di ingkari!”
“Iya mbak aku inget kok.”
“Apa coba Ton, sebutin!”
“Tangan kita gak boleh nyentuh mbak, mbak gak mau dipaksa sama apa ya tadi?”
“Tuh kan lupa, jangan sampai lupa ahhhh!”
“Ada lagi emang mbak?”
“Kalian harus nurut sama mbak, inget ya disini mbak yang pegang kendali. Kalau mbak bilang gak mau, berarti kalian gak boleh maksa mbak. Pokoknya harus nurut deh!”
“Iya mbak riska, kami paham.”
“Iya mbak riska, kami paham.”
“Bagus!!!”
“Yaudah, kita mulai aja ya Ton!”
“Oke mbak, aku udah siap ini.”
“Kamu mau mbak gimana?”
“Aku mau mbak telanjang aja!”
“Oke!”
Aku membuka gamisku, kini tubuhku telanjang lagi dihadapan mereka berdua. Hanya menyisakan hijabku yang membungkus kepalaku.
“Hijabnya?”
“Di buka juga deh mbak! Rambutnya di kuncir ya mbak, biar lebih seksi, hhe.”
“Oke! Selera kalian berbeda ya ternyata.”
Ku buka hijabku, lalu ku ambil karet ikat rambut di atas nakas samping kasur tempat tidurku. Ku ikat rambutku sesuai permintaan Tono. Sejenak ku lihat diriku dicermin, benar apa kata Tono aku terlihat lebih seksi. Telanjang dengan rambut yang ku ikat ke belakang.
“Posisinya mau gimana Ton?”
“Mbak nungging aja deh, biar gampang nanti masukin nya.”
“Oke Ton.”
Aku menungging di depan Tono yang sudah ikut telanjang juga sama sepertiku. Dengan penis yang sudah tegak mengacung siap untuk menerobos lubang pantat ku.
Tono menggenggam penisnya dan mengarahkannya ke lubang pantat ku. Kulit kepalanya sudah menempel tepat pada sasarannya. Aku merinding merasakannya, sensasi yang berbeda yang baru pertama kali aku rasakan.
Lubang pantatku bersentuhan dengan kepala penisnya. Penis besar Tono akan masuk ke lubang pantatku yang kecil. Tak pernah terbayang sebelumnya. Ini adalah awal dari kisah persetubuhanku di kampung ini. Kamu harus bisa dan kamu harus terbiasa, riska…….
“Siap ya mbak!”
“Iya Ton, mbak udah siap.”
Bersambung…….