
Cinta Berawal Di Gym
Suatu hari cutiku di Semarang, aku menyempatkan diri untuk fitness, menjaga kondisi tubuhku. Aku kerja di Bali, di sebuah event organizer ternama. Hampir setiap dua hari sekali sehabis pulang kerja aku fitness di sebuah hotel, dengan peralatan fitness yang lengkap. Maklum, pekerjaanku membutuhkan vitalitas tinggi. Maka walaupun libur di Semarang, atau tepatnya pulang ke kampung halaman, aku tidak pernah melewatkan olahragaku yang satu ini, aku Aldi, biasa dipanggil Adi. Usiaku 29tahun, dan belum menikah. Tentunya hal ini merupakan keuntunganku untuk bisa menikmati masa bujang lebih lama
Sebenarnya tujuan fitnessku semula iseng, ingin melihat wanita-wanita sexy berpakaian ketat (baju senam), tapi akhirnya terasa manfaatnya, otot perutku rata, bisep dan trisepku terbentuk, hingga membuatku percaya diri. Tapi tentunya kegiatanku ngaceng wanita berpakaian sexy tidak pernah kulewatkan. Sambil menyelam minum air he he he.
Ok, akhirnya kupilih sebuah hotel di daerah Asia Afrika. Aku membiasakan tidak langsung pulang ke rumahku. Satu hari cutiku, kumanfaatkan untuk menikmati Semarang sendirian, daripada dengan orang-orang rumah. Orang tuaku termasuk old fashion, yang penuh dengan aturan ketat, walaupun ku sadar hal itulah yang dapat membuatku hidup mandiri.
Hari itu masih sore sekitar pukul 15.30. Setelah aku cek in dan beristirahat sebentar, kumanfaatkan fasilitas fitness gratisku. Aku mulai mengganti bajuku dengan celana pendek dan t-shirt tanpa lengan.
Ketika aku memasuki ruang fitness, aku melihat sekeliling, masih agak kosong. Hanya ada beberapa pria di beberapa alat. pikirku sambil berjalan menuju sepeda statis. Ku kayuh sepeda itu sekitar lima menit dan beralih ke beberapa alat lainnya.
Sepuluh menit menjelang pukul lima sore, satu, dua wanita masuk.Aku makin semangat menarik beban. Diikuti beberapa wanita lainnya, yang tentunya berpakain senam, warna-warni, ada yang memakai celana panjang cutbray dan kaos ketat, short pants dan atasan model sport bra, menambah indahnya pemandangan tempat fitness tersebut. Beberapa di antara mereka ada yang duduk, ada yang ngobrol, cekikikan, dan mencoba beberapa alat. Oh, mungkin mereka mau ber-aerobic, pikirku.
Betul saja ketika seorang wanita berpakaian seperti mereka masuk dan menotak-ngatik tape compo, dan terdengarlah suara musik house dengan tempo cepat. Masing-masing mereka menyusun barisan dan mulai bergerak mengikuti instruktur. Gerakan demi gerakan mereka ikuti. Masih pemanasan.
Tiba-tiba seorang wanita masuk, sangat cantik dibanding mereka, tinggi 165 kira-kira, rambut panjang diikat buntut kuda, memakai pakaian senam bahan lycra mengkilat warna krem dengan model tank top dan g-string di pantatnya. Bongkahan pantatnya tertutup lycra ketat warna krem lebih muda, sehingga menyerupai warna kulit tangannya yang kuning langsat hingga kaki yang tertutup kaos kaki dan sepatu. Wow, sangat seksi. Tak sengaja kulihat bagian dadanya karena handuk yang menggantung di pundak ditaruhnya dikursi dekat dengan alat yang kupakai. Tonjolan putingnya terlihat jelas sekali, menghiasi tonjolan indah yang kira-kira 36B ukurannya. Sedikit melirik ke arahku lalu akhirnya mencari barisan yang masih kosong dan mengikuti gerakan instruktur. Dadaku berdegup kencang pada saat dia melirik walaupun hanya sedetik.
Gerakan demi gerakan instruktur diikutinya, mulai dari gerakan pemanasan hingga gerakan cepat melompat-lompat sehingga bongkahan payudaranya bergerak turun naik. Batangku mulai membengkak seiring dengan lincahnya gerakan si dia. Mataku terus tertuju pada si dia. Posisiku kebetulan sekali membentuk 45 derajat dari samping kirinya agak ke belakang. Hmm betapa beruntungnya diriku. Hingga akhirnya dia melakukan gerakan pendinginan. Keringat membasahi bajunya, tercetak jelas di punggung dan dadanya, sehingga tonjolan puting itu terlihat jelas sekali, ketika dia memutar badan ke kiri dan ke kanan.
Hingga akhirnya aku dibuat malu. Ketika aku memperhatikan dia, dia pun memperhatikanku lewat pantulan kaca cermin yang berada di depannya ketika aku mengalihkan pandangang ke kaca. Dia tersenyum kepadaku lewat pantulan cermin. Entah berapa lama dia memandangku sebelum aku sadar dipandangi. Aku langsung memalingkan muka dan beranjak dari alat yang kupakai.
Aku segera berganti pakaian untuk berenang. Segera kuceburkan diri untuk mendinginkan otak. Dua atau tiga balikan kucoba berganti gaya hingga akhirnya balikan ke empat gaya punggung, kepalaku menabrak seseorang dan terjatuh menyelam ke air. Sama-sama kami berbalik dan setelah berbalik ku sadar yang ku tabrak adalah pantatnya si dia yang telah berganti pakaian renang, potongan high cut di pinggul dengan warna floral biru yang seksi. Kini tonjolan putingnya tersembunyi dibalik cup baju renangnya, membuatku sedikit kecewa.
“Eh, maaf Mbak, nggak kelihatan, habis gaya punggung sih” kataku meminta maaf.
“Nggak kok Mas, aku yang salah, nggak lihat jalur orang berenang”, jawabnya sambil mengusap muka dan rambutnya ke belakang.
Si dia tersenyum kembali ke arahku, sambil lirikan matanya menyapu dari muka hingga bagian pusarku.
“Kenalan dong, aku Aldi, biasa dipanggil Adi”, kataku sambil menyodorkan tangan.
Dijabatnya tanganku sambil berkata ”Lisa, lengkapnya Melissa”, jawabnya.
Kami menepi ke bibir kolam, sambil mencelupkan diri se batas leher masing-masing. Kami duduk bersampingan.
“Baru disini Mas?”, Lisa mulai lagi membuka pembicaraan.
“Iya, tapi jangan panggil Mas, Adi aja cukup kok. Aku asli Semarang, tapi memang baru kesini Aku kerja di Bali. Kamu Lis?”, ku balik bertanya.
“Aku asli Semarang juga, kerja di salah satu bank swasta, jadi CS. Deket sini kok, seberangan. Aku biasa aerobic dan renang disini, duahari sekali, yang ada jadwal aerobicnya saja”.
Pembicaraan kami berkembang dari hal kerjaan mengarah ke hal-hal yang lebih pribadi. Lisa baru putus dengan pacarnya, kira-kira dua minggu yang lalu. Keluarga pacarnya tidak setuju dengan Lisa dan pacarnya dijodohkan dengan orang lain pilihan keluarganya. Agak sedih Lisa bercerita hingga…
“Lis, balapan yuk ke seberang, gaya bebas”, ajakku.
“Hayo, siapa takut?”, jawabnya.
Kami berdua berlomba sampai sebrang. Aku sedikit curang dengan mendorong bahunya ke belakang sehingga Lisa sedikit tertinggal. Pada saat aku duluan di seberang..
“Adi, kamu curang, kamu curang”, rengeknya sambil memukul-mukul tanganku.
Aku tertawa-tawa dan bergerak mundur menjauhi Lisa. Dia mengejarku, sampai akhirnya ”Byurr” , aku terjatuh kebelakang. Kakiku menyenggol kakiknya hingga diapun terjatuh dan kami berdua tidak sengaja berpelukan. Dadanya yang empuk menyentuh dadaku, membuat batangku kembali membengkak. Ketika sama-sama berdiri, kami masih berpelukan walau agak renggang.
Kami saling pandang, kemudian Lisa memelukku kembali. Kesempatan ini tidak ku sia-siakan dengan balas memeluknya. Udara Semarang yang dingin pada sore yang beranjak malam tersebut, menambah kuatnya pelukan kami. Batangku yang sedari tadi mengeras menyentuh perut bagian bawahnya Lisa, atau tepatnya diatas kemaluan Lisa sedikit. Pantat Lisa bergerak mendorong, hingga batangku geli terjepit antara perut Lisa dan perutku. Berulang-ulang Lisa melakukan itu, sehingga darahku berdesir.
“Emhh.”, Lisa bergumam.
Sadar aku berada di tempat umum, walaupun kolam renang agak sepi, hanya ada tiga orang selain kami, membuatku agak sedikit melepaskan pelukan walau sayang untuk dilakukan.
“Lis, mending kita sauna yuk!”, ajakku menetralkan suasana.
Lisa terlihat agak kecewa dengan sikapku yang sengaja kulakukan.
“Oke!”, jawabnya singkat.
Kami berdua mengambil handuk di kursi pinggir kolam, dan berjalan bersamaan, menuju ruang sauna yang tak jauh dari kolam renang. Terbayang apa yang dilakukan Lisa saat di kolam, membuatku menerawang jauh menyusun rencana dengan Lisa selanjutnya.
“Kosong.”, kataku dalam hati melihat ruang sauna.
Kami berdua masuk, dan aku sengaja mengambil tempat duduk dekat pintu, sehingga orang lain tidak dapat melihat kami beruda lewat jendela kecil pintu sauna.
“Mel.”, belum sempat aku bicara, Lisa menciumku di bibir.
Bibir kami saling berpagut melakukan french kiss. Penetrasi lidah Lisa di mulutku, menunjukkan dia sangat berpengalaman. Tangan Lisa memegang dadaku, kemudian mengusap menyusuri perut hingga sampai pada batangku yang sudah berdiri dari tadi. Lisa meremas batangku yang masih terbungkus celana renang, sementara kuremas dua gunung montok. Betapa kenyal dan kencang sekali payudaranya.
Temperatur ruang sauna menambah panasnya hawa disana. Kubalik Lisa membelakangiku. Kuciumi tengkuknya, dan ku remas payudaranya”.Emhh.. Adi.. ahh”, Lisa melenguh. Ku susupkan tanganku ke payudaranya, dari celah baju renangnya. Ku pilih putingnya, dan membuat Lisa sedikit menjerit, dan menggelinjang. Untungnya ruangan sauna kedap suara.
“Adi, aku butuh kamu Di, .. malam ini saja.. ahh.”, Lisa berbisik di telingaku, sambil masih kumainkan putingnya.
“Lanjutkan di kamarku yuk, ..!” ajakku.
Punggung Lisa menjauhi badanku dan berbalik.
“Kamu cek in di s*****.?”, tanyanya dengan muka sedikit gembira.
“Bukannya kamu.”.
“Ya sayang.”, sambil akhirnya kutempatkan jari telunjukku di mulutnya.
Akhirnya kujelaskan alasanku.
Satu-satu kami keluar dari ruang sauna. Lisa bergegas ke ruang ganti. Begitupun diriku. Setelah siap, Lisa menenteng tasnya dan kami pun berjalan bersamaan. Kami berjalan sambil memeluk pinggang masing-masing, layaknya sepasang kekasih yang sudah lama pacaran. Setelah mengambil key card dari recepsionist, kami naik ke kamarku di 304.
Setelah masuk, pintu ditutup, dan langsung kami merebahkan diri di ranjang. Untung ku pilih tempat tidur sharing. Lisa masih memakai baju seragam banknya, lengkap dengan blazer, sepatu hak tinggi dan stocking hitam menggoda. Seksi sekali!
Lisa di bawah sementara aku diatasnya menciumi bibimnya. Sesekali kujilat leher dan telinganya. Lisa meracau memanggil-manggil namaku. Kubuka blazernya. Dari blouse putih tipis yang masih menempel, terlihat jelas puting berwarna coklat menerawang. Hmm, sengaja tidak memakai bra pikirku. Kubuka kancingnya satu persatu. Kujilati dadanya. Lidahku menyapu dua bukit kembarnya yang mengencang. Rambutku diusapnya sambil dia melenguh dan memanggil namaku berkali-kali. Sesekali kugigit putingnya.
Roknya kusingkapkan, ternyata dibalik stocking hitamnya itu, Lisa tidak memakai CD lagi. Ku jilat kemaluan Lisa yang masih terhalang stocking. Noda basah di bibir vagina tercetak jelas di pantyhosenya. Lisa semakin mecarau dan menggelinjang. Ku gigit sobek bagian yang menutupi vaginanya yang basah. Kujilati labia mayoranya. Perlahan kusapu bibir vagina merah merekah itu. Kucari klitorisnya dan kumainkan lidahku di sana.
Lisa mengejang hebat, tanda orgasme pertamanya.
“Emhh Adi.. ahh”, Lisa sedikit berteriak tertahan.
“Makasih sayang.. oh.. benar-benar nikmat..!”.
“Pokoknya ganti stocking ku mahal nih”, Lisa merengek sambil cemberut.
“Oke, tapi puaskan dulu aku Lis.”, jawabku sambil rebahan di ranjang.
Lisa kemudian berbalik dan berada di atasku. Blouse terbuka yang masih menempel itu disingkirkannya. Hingga terpampanglah dua bukit menggantung di atasku. Vagina basah Lisa terasa di perutku. Rok yang tersingkap dilepasnya lewat atas. Tinggal stocking yang masih menempel, sepatunya pun telah lepas.
Lisa kembali menciumiku. Lidahnya menyapu dadaku dan putingku. Sesekali digigitnya, membuatku juga menggelinjang kegelian. Kemudian lidahnya menyapu perutku hingga sampai ke batang penisku yang tegak. Lisa mengocoknya perlahan. Ujung lidahnya menari di lubang kencingku. Rasa hangat itu terasa manakala lidahnya menyapu seluruh permukaan penisku. Seluruh batang penisku terbenam di mulut Lisa. Sambil dikocok, keluar masuk mulutnya Lisa.
“Ohh..!” aku pun tak luput meracau.
Hampir terasa puncakku tercapai, ku dorong Lisa menjauhi penisku, aku bangun dan berlutut di belakang Lisa.
“Masukkin Di, fuck me please, Ohh.. arrghh.. Adiii!”, Lisa berteriak seiring dengan masuknya batang penisku sedikit-demi sedikit lewat celah stocking yang kugigit tadi.
“Bless.”..Pantat Lisa bergerak maju mundur, demikian juga pantatku, saling berlawanan.
“Oh.. ooh.. ahh.. ahh.. God, .. fuck me harder.. Aaahh.. Adii.. yes”, begitulah kalinat tak beraturan meluncur dari mulut Lisa, bersamaan dengan semakin capatnya gerakanku.
Ku remas-remas bongkahan pantat seksinya. Lisa menjilati jari-jarinya sendiri.
“Mmhh.. Aaahh.. mmh.”, desah Lisa yang membuatku semakin bernafsu untuk menggenjot pantatku.
Kemudian kami berganti posisi. Aku berbaring dan Lisa berada di atasku. Lisa mengambil ancang-ancang untuk memasukkan penisku ke dalam vagina basahnya. Lisa terlebih dahulu mengusap-usapkan penisku di bibir vaginanya. Aku makin kelojotan dengan perlakuan Lisa. Centi demi centi penisku dilahap vagina Lisa.
“Blessh.”, lengkap sudah penisku dilahap vaginanya.
Lisa bergerak turun naik beraturan. Payudaranya bergoyang turun naik pula. Pemandangan indah terebut tidak kulewatkan saat badanku bangun, dan wajahku menghampiri payudaranya. Kuremas dua gunung kembar yang begoyang mengikuti irama siempunya. Kujilati dan kusedot bergantian.
“Errgh.. erghh.. ahh.”, Lisa mendesah tanda menikmati genjotannya sendiri.
Kini kutarik tubuh Lisa sehingga ikut berbaring di atas tubuhku. Ku mulai menggenjot pantatku dari bawah. Lisa teridam dan menengadahkan kepalanya, dan sesaat kemudian Lisa berteriak meracau.
“Arrgghh.. oohh.. aah.. enakkhh.. aahh.. nikmathh.. ooh.”, serunya.
Kuyakin posisi seperti ini membuatnya merasakan sensasi yang tiada duanya.
5 menit dengan posisi seperti itu, Lisa mengejang, dan berteriak panjang”, AARRGHH.. Shit.. Uuuhh.. Adii.. aaihh.”, tanda dia mencapai orgasme.
Terlepas penisku dari vaginanya tatkala Lisa ambruk di sisiku. Lisa ngos-ngosan kecapean. Kini giliranku untuk mendapatkan kepuasan dari Lisa. Kubalik tubuh penuh keringat yang mengkilat terkena cahaya lampu. Sungguh seksi sekali dia saat itu. Kubuka kedua kakiknya, dan ku lucuti stocking hitam yang masih menempel di kakinya yang mulus. Terlihat indah kaki nan putih mulus dari pantat hingga betis. Kujilati lubang anus Lisa, dan membuat dia sedikit mengangkat pantatnya keatas.
“Please.. Adi.. not now.. Give me a break.. Ohh.”, ratapnya ketika mendapat perlakuanku.
Aku tak mempedulikan ratapannya. Justru aku semakin gila dengan perlakuanku, menjilati lubang anusnya dan membuat penetrasi di lubangnya dengan lidahku. Area perineumnya pun tak luput ku jilati. Hingga akhirnya kuputuskan untuk mensodomi Lisa, karena kulihat lubang anus Lisa agak sedikit besar dibanding orang yang belum pernah disodomi.
“Lis, siap ya.”, kataku sambil mengusapkan ludahku di penis yang masih berdiri tegak.
“Apa, mau apa Di.. kamu ma.. AAHH, .. Adii.. Janng.. aahh”, belum selesai Lisa bicara, aku telah menancapkan penisku di anusnya.. begitu hangat, sempit dan lembut.
Kutarik kembali perlahan dan kumasukkan lagi. Iramanya ku percapat. Lisa pasrah, dan meracau tak karuan.
“Eh.. Ehh.. gimana, .. eh.. enak.. Lis..?, tanyaku sambil menggenjot pantat Lisa seksi nan aduhai.
“Ohh.. Adii..eh.. aagh.. nikmat rii.. ah.. Shitt.. C’mon.. harder baby.”, jawabnya.
10 menit aku memompa batang penisku di anusnya, terasa cairan sperma sudah ada di ujung kepala penisku. Buru-buru kutarik keluar penisku, dan kubalik Lisa menghadapku. Sambil kukocok, spermaku muncrat di muka Lisa. Lisa yang tidak siap menerima spermaku di mukanya, mengelengkan kepala kiri dan kanan, hingga spermaku membasahi rambut dan pipinya. Hingga akhrinya mulutnya terbuka, dan sisa semprotan spermaku masuk di mulutnya. Setelah spermaku habis, dia mengulum penisku. Aku yang masih merasa geli namun nikmat, semakin menikmati sisa-sisa oragasme panjangku.
“God.. Thank you dear.. Lisa.”, kataku sesaat setelah roboh ke samping Lisa.
“Curang lagi kamu Di, .. Tau gitu ku minum semuanya.. kasi tau kek mau mucrat di muka, gitu”, Lisa cemberut menjawabnya.
Aku hanya tersenyum. Tak terasa kami bercinta cukup lama, hingga jam 10 malam.
Akhirnya Lisa memutuskan untuk bermalam di kamarku. Kami masih melakukannya beberapa kali hingga subuh. Toh, hari itu akhir pekan dan Lisa memang libur di hari Sabtu. Pertemuan pertama itulah pula yang membuat kami berpacaran selama 6 bulan hingga akhirnya kami putus. Masih banyak Lisa yang lain.
Selesai….!!!