
Namaku anisa sejak beberapa bulan yang lalu, aku tinggal bersama kakak iparku dani dan keponakanku dinda rumah kecil yang berada di pinggir kota,kk ku istri dani memutuskan menjadi tkw di negara hongkong demi membantu prekonomian keluarga.
kepergiannya menyisakan lubang bukan hanya di hati andi tapi juga di kehidupan sehari hari yang tak lagi lengkap ,aku datang bukan sebagai pengganti melainkan sebagai penopang
andi bekerja sebagai guru honor gajinya pas pasan dan dinda yang masi duduk di bangku TK.
butuh banyak perhatian setiap pagi aku menyiapkan bekal untuk mereka, mengantar dinda kesekolah dan membersihkan rumah yang dulu terasa sepi sekarang suara dan tangisan dinda
menggisi setiap sudut rumah, dani bukan pria yang banyak bicara di rumah dia menyimpan rindunya dalam diam menatap foto istrinya yang tergantung di dinding runag tamu dengan pandagan kosong, tapi aku tau setiap malam saat rumah sudah senyap dan dinda tertidur.
ia keluar ke teras menyalakan sebatang rokok dan memandangi langit seolah ada kabar dari hongkong yang jatuh bersama bintang , suatu malam hujan turun deras listrik padam
dalam gelap kami duduk bertiga di ruang tengah menyalakan lilin dan bermain bayangan tangan dinda tertawa riang dan di sela cahayanya aku melihat dani tersenyum , senyum yang lama tak ku lihat sejak kakak ku pergi malam itu aku sadar kami bukan hanya bertiga yang saling bertahan kami membangun ulang sebuah keluarga dari puing puing yang di tinggal rindu
setiap pagi aku bangun lebih dulu sebelum ayam berkokok dan sebelum matahari sempat mengintip dari balik tirai jendela aku menyapu halaman menyiapkan sarapan lalu membangunkan dinda dengan lagu lagu kecil yang pernah di nyanyian ibunya untuk dinda ia akan membuka matanya perlahan mengucek mata lalu tersenyum sambil memeluk ku ucap” dani dinda mimpi ku seru tadi katanya pagi itu” aku main sama mama di taman aku hanya bisa membalas dengan senyum menahan air mahan agar tak tumpah saat menyisir rambutnya.
andi biasanya rapi saat keluar kamar wajahnya lelas tapi ia selalu menyempatkan diri menyapa dinda dengan pelukan hangat sebelum berangkat kerja, aku menyiapkan bajunya
menyetrikakan kemeja”nya bahkan memasukan kotak bekal kedalam tasnya tanpa dia ketahui
dia hanya mengganguk kecil sebagai tand terima kasi, hari hari ku terasa sebagai penggulangan tapi ada semacam ketenangan dalam rutinitas itu mengurus rumah menjaga dinda
menyiapkan makan malam kadang aku berpikir ini bukan hanya soal membantu tapi pengalihan rasa sepi yang juga diam diam tumbuh di hatiku, kami semua sama sama rindu, rindu yang tidak pernah di katakan hanya terlihat dari cara dani memandangi telpon yang tak kunjung berbunyi atau dari cara dinda memeluk bajuku saat tidur suatu sore saat aku menjemput dinda di sekolah Dinda bertanya “nanti kalau mama pulang kamu masi tinggal di sini kan” pertanyaan itu mengahantam seperti badai aku tidak tau jawabanya tapi aku menatap matanya
mengganguk pelan dan berkata selama kamu butuh anti anti akan selalu ada, hari itu aku tau posisiku bukan sekedar adik ipar aku adalah penganti sementara untuk kehangatan yang sedang absen untuk hati yang sedang berjuang waktu berjalan dan tanpa sadar hari hari yang awal terasa berat mulai berubah menjadi kebiasaan kebersamaan kami bertiga membentuk pola
semacam keluarga kecil yang darurat yang saling menopang,tapi entah sejak kapan ada sesuatu yang berubah pelan,lembut tapi nyata aku menyadarinya dari hal hal kecil saat andi memanggil namaku dengan suara yang lebih lembut dari biasanya saat dia membawakan jajanan kesukaanku saat pulang kerja iseng mampir ke warung tadi katanya kamu suka ini kan atau sat kami duduk berdampingan di ruang tengah dinda sudah tidur menonton berita tanpa banyak bicara tapi sunyinya terasa hangat aku merasa nyaman dan itu menakutkan karna di balik kenyamanan itu ada perasaan lain yang tumbuh diam diam yang tak seharusnya ada saat malam listrik padam lagi seperti malam” sebelumnya kami kembali duduk bertiga di ruang tengah di temani lilin dan bayangan dinda tertidur di pangkuanganku dani duduk di sampingku lebih deket dari biasanya, ucap dani” kamu cape engak nis” tanyanya pelan.
aku menoleh kearahnya. Jawabku” cape si tapi entah kenapaa aku betah di sini”
dia tersenyum menatap ke arah lilin aku juga kami diam tapi diam itu bukan canggung
justru sebaliknya ada sesuatu terucap tapi tak berani di biarkan lepas malam itu aku tidak bisa tidur
beberapa hari kemudian..
saat pagi dingin, aku tertidur di sofa lalu dia menggendong ku ke kamar
dari caranya menatapku sepertinya aku tempat 1 1 nya pulang aku tau ini bukan kisah cintah yang indah menurut orang lain tapi bagi kami yang bertemu dalam kesendirian yang jatuh bukan karna ingin tapi karna kedaan ini adalah rumah yang tak pernah kami cari
tapi kami temukan bersama.
dan semangkin hari aku mulai yakin aku mencintainya tanpa takut tanpa ragu 3 tahun berlalu seperti bayangan senja pelan tapi pasti mengelap rumah ini sudah terlalu banyak kenangan setiap sudutnya menyimpan potongan kebersamaan kami tawa kecil di dapur
obrolan malam di teras tangisan dalam pelukan dan tidur di ranjang yang kini terasa seperti tempat bersama tapi waktu tak benar benar membirkan sesuatu tetap utuh
sore itu hujan turun deras seperti malam pertama aku dan dani menghapus batas.
telpon berdering suara yang lama tak terdengar tapi sangat ku kenal kakaku.
ucap kakaku “aku pulang minggu depan nis” katnya dengan nada lelah tapi bahagia
akhirnya aku bisa kembali ke rumah. “aku terdiam nafasku tercekak”
bukan karna aku tidak siap tapi karna aku tau dunia kecil yang ku bangun selama 3 thaun ini akan runtuh dalam sekejap.malamnya aku duduk di ruang tengah lilin tak lagi menyala
listrik tak padam justru kini hatiku merasa gelap dani duduk di sampingku dia tau
tak perlu banyak kata, ucap andi “aku bisa kamu terus tetap tinggal” katanya nada rendah
karna dia akan kembali aku merunduk tangan saling meremas di pangguankuaku tau keheningan mengatung di antara kami tapi bukan keheningan yang nyaman ini sunyi yang ketir penuh rahasi yang tak sempat selesai.3 tahun ini andi menatap ku matanya merah
ucap andi” Kamu bukan sekedar pengganti,kamu rumahku nis”
dan air mataku jatuhhhhh..
bukan karna menyesal tapi merasa kehilangan itu nyata dan kali ini tidak ada yang bisa menunda perpisahan hari hari terakhir terasa seperti menghitung detik
aku mulai membereskan pakain membereskan kenangan dan membereskan perasaan yang tidak akan pernah bisa ku letakan di sudut manapun dinda memelukku erat anti mau kemana.
Ucap dinda “jangan pergi kitakan keluarga” aku menangis sambil berbohong lembut anti cuma ingin tinggal sebentar di tempat lain kamu harus jagain mama nanti
keesokan harinya……
aku bergegas pergi dari rumah ,aku berharap dani menjemputku saat di tengah perjalanan
namun tidak ada suara memangil atau pun teriakan
ku kenang lagi malam malam kami sambil berjalan saat aku tertidur dalam pelukannya
dan dia berbisik kamu rumahku.
ternyata rumah itu sementara sebuah persingahan yang sangat tpai bukan tempat untuk tinggal selamanya.
perasaan nyaman itu kini berubah menjadi pahim seperti sisa kopi dingin yang tertinggal di meja sudah tidak enak untuk di resap tapi jika enak juga untuk di buang
aku mulai menjalani hari hari tanpa menoleh ke belakang
tidak karna aku tidak ingin tapi andi jelas tidak pernah menoleh mencariku.
mungkin benar aku bukan rencana bagian dari hidupnya.
hanya menggisi kekosongan hanya musim yang datang di antara 2 kepergian dan saat musim itu usai dia melanjutkan hidup dan menoleh tanpa menyesal.
Sekian Cerita Hasrat Saya!!
Cipt : Reza F.